Minggu, 24 Agustus 2008
Tangerang di Bawah Bendera Multi Budaya
Di tengah pudarnya identitas kesenian dan kebudayaan yang tidak lagi menjadi kebanggaan masyarakat Tangerang, kehadiran pementasan seni dan budaya yang dilakukan selama 36 jam nonstop sudah sepatutnya menjadi tonggak membangkitkan kembali pudarnya identitas.
Pagelaran 16 macam seni dan budaya yang di antaranya menampilkan adat perkawinan China Benteng, barongsai dan long, rampak bedug, kabaret, calung, topeng poles putra tolay, angklung, sendra tari perjuangan Nyi Mas Ageng Serang, degung, gambang kromong, qasidah, pop dangdut, lenong, pagelaran nassyid dan tari jaipongan telah berhasil memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) yang ke-3.441.
Digelarnya pagelaran seni dan budaya yang mulai pudar di tengah masyarakat Tangerang merupakan era kebangkitan seni dan budaya. Selain dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan (HUT) Republik Indonesia yang ke-63. Seni budaya yang digelar merupakan suatu wahana untuk mempertahankan dan menunjukan begitu beragam dan indahnya seni budaya yang ada di Kabupaten Tangerang. Juga sebagai bahan pelajaran untuk mengetahui makna dari setiap kesenian maupun budaya yang ditampilkan.
Selama pertunjukan dilangsungkan mulai 22-24 Agustus itu dipantau MURI. Untuk menilainya pun terus dijaga secara bergiliran, karena perolehan gelar MURI harus sesuai dengan kesepakatan pihak penyelenggara dan pelaksanaannya pun harus konsisten dengan apa yang telah ditetapkan.
“Bila kesepakatannya selama 36 jam ditampilkannya kesenian dan kebudayaan itu, ya harus seperti yang disepakati dan dilakukan tanpa ada jeda. Para pemantau pun harus tetap memantau dan tidak sampai terlewatkan walau sedetik,” ujar salah satu pemantau MURI Ig Awang Rahargo kepada Tangerang Tribun disela-sela pemantauannya, Minggu (24/8).
Pagelarang dari 16 jenis kesenian dan kebudayaan yang berada di wilayah Kabupaten Tangerang dikemas dalam 2 panggung dengan ukuran yang sama. Panggung tersebut berada tepat pada sebelahnya.
Kesenian dan kebudayaan yang pertama kali digelar adalah perkawinan cina benteng dengan durasi penampilan selama satu jam. Kemudian disusul penampilan barongsai dan wayang kulit. Dalam penyelenggaraan acara pagelaran seni budaya 36 jam non stop tersebut mampu menjaring 3.000 penonton setiap harinya.
“Tidak semua pagelaran yang ditampilkan berdurasi satu jam, tetapi bervaruatif sesuai dengan jenis kesenian dan kebudayaan itu sendiri,” paparnya.
Ketua Panitia Penyelenggara Acara 36 Jam Nonstop Rekor MURI Dauri Darma Budiman mengatakan, acara pagelaran rekor Muri seni budaya 36 jam non stop mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan berbagai organisasi kepemudaan yang konsen dalam seni budaya. Kesenian dan kebudayaan yang mendapat sorotan dan atusias dari para pemantau adalah adat pernikahan China Benteng dan topeng poles putra tolay. Penampilan terakhir yang disuguhkan sebagai penutup adalah penampilan pagelaran seni tari jaipongan. “Topeng putra tolay disuguhkan dengan budaya yang sangat kental dan disuguhi dengan unsur yang humoris,” pungkasnya.(Sumber: Tangerang Tribun, Foto: M Jakwan/Tribun)
Label:
barong sai,
cina benteng,
Cokek,
pariwisata,
partai politik
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar