Rabu, 23 April 2008

Pondok Cabe Jadi Bandara Internasional

SERPONG, TRIBUN – Lapangan Udara Pelita Air Service Pondok Cabe di Kecamatan Pamulang, Kabupaten Tangerang mulai tahun 2009 akan dikembangkan menjadi Bandara yang melayani penerbangan domestik dan internasional. Aviation Agencies Australia atau AAA sebagai investor asing telah menyatakan minatnya untuk mengembangkan lapangan terbang tersebut.
Selain untuk menghidupkan kembali lahan penerbangan yang terbengkalai, pengembangan Bandara Pondok Cabe menjadi Bandara alternatif ini juga diharapkan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat setempat, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan asli daerah.
Keseriusan rencana pengembangan Bandara Pondok Cabe ini dipaparkan Aviation Agencies Australia dalam ekspose rencana pengembangan Bandara Pondok Cabe di Country Club Bumi Serpong Damai, Serpong, Selasa (22/4). Ekpose ini dilakukan perusahaan asing itu di depan Bupati Tangerang Ismet Iskandar, Wakil Bupati Tangerang Rano Karno, perwakilan Kadin Kabupaten Tangerang Zaki Iskandar dan sejumlah pejabat dinas terkait di Kabupaten Tangerang lainnya.
Managing Partner AAA, Samudera Sukardi dalam paparannya menjelaskan, konsep pengembangan Bandara Pondok Cabe yang akan dilaksanakan ini adalah dengan membangun Boutique Airport. Di Bandara itu nantinya akan dilengkapi berbagai fasilitas seperti cargo warehouse, catering center, ground service, circuit maintenance dan fasilitas pendukung lainnya seperti hotel, mal, entertaiment exhibition, lahan parkir, akademi penerbangan dan fasilitas pelayanan publik lainnya. Bandara Pondok Cabe akan diubah peruntukkannya menjadi bandara komersial yang melayani penerbangan rute dalam dan luar negeri dengan kapasitas 10 juta penumpang setiap tahun.
“Pengembangan Bandara Pondok Cabe ini akan dilakukan dengan cara perluasan panjang runway dari 2.200 meter menjadi 2.500 meter dengan luas total lahan mencapai 161 hektar,” kata Samudera Sukardi seraya menambahkan bahwa rencana pengembangan Bandara Pondok Cabe sudah disetujui oleh PT Pertamina, selaku pemilik lahan dan Departemen Perhubungan.
Menurut Samudera, pengembangan Bandara Pondok Cabe yang akan dimulai pada tahun 2009 itu, direncanakan sebagai Bandara pendamping Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Nantinya, Bandara Pondok Cabe ini dapat menampung 20 unit pesawat jenis Boeing 737, Airbus 320, dan helikopter. Aviation Agencies Australia (A3) telah menyatakan kesiapannya untuk menanamkan modal sebesar US$ 100 juta dolar untuk mengembangkan lapangan terbang Pondok Cabe itu.
Menyikapi hal itu, Bupati Tangerang Ismet Iskandar mengatakan sangat mendukung rencana pengembangan Bandara Pondok Cabe ini. Karena, dengan adanya bandara komersial di Pamulang ini, tentu dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Ismet mengatakan pihaknya selalu terbuka kepada semua investor yang ingin membangun Kabupaten Tangerang. Ia menyatakan sangat mendukung rencana investor Australia yang akan membangun Bandara Pondok Cabe yang selama ini tidak tergarap secara maksimal. Ismet mengaku mendukung rencana pembangunan tersebut asalkan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
”Ini juga akan menjadi poin plus bagi Kota Tangerang Selatan yang akan terbentuk nanti," kata Ismet.(Tangerang Tribun)

Jumat, 18 April 2008

Tamu tak Diundang…


Lagi, lagi dan lagi. Masih segar dalam penderitaan 650 keluarga Desa Tanjung Burung Teluknaga (kurang dari sepekan lalu) akibat luapan Kali Cisadane, banjir datang lagi. Bila sebulan kemarin, tepatnya awal tahun 2008, banjir menggenangi hampir seluruh wilayah Tangerang, banjir pada Rabu dan Kamis ini melanda perkampungan di pinggiran kali yang hulunya dari Bogor. Lantas orang bilang, banjir ini merupakan “tamu kiriman” dari Bogor.
Sebut saja, korbannya ialah ratusan rumah dan sawah pinggir kali (Girli) Cimanceri atau kali Ciranjeun. Tak terhitung, harta benda ikut melayang dan kerugian immaterial tak terhitung lagi.
Dari pola luapan banjir, lagi-lagi masih sama, yakni banjir kiriman dari Bogor. Bukankah hal ini sudah cukup rutin, bahkan hampir setiap hujan besar di daerah hulu menyebabkan banjir bandang ke daerah hilir seperti Tangerang ini.
Kalangan aktivis lingkungan kembali mengingatkan, pemerintah daerah justru disibukkan penangan bencana ini secara responsif, bukannya terintegrasi dan menyeluruh yang melibatkan seluruh daerah serta merangkul sektor swasta.
Dikatakan responsif, lantaran pencegahan itu dilakukan seporadis pada bagian-bagian tertentu. Meski dikabarkan program penambahan daerah resapan air secar perlahan dilakukan, pennambahan jalur hijau dan hutan kota juga dilakukan serta pengerukan sungai-sungai dangkal dilakukan, tetapi pembangunan gedung dan jalan beraspal kerap kali masih “serabutan”.
Sistem drainase seperti di kawasan perumahan milik pengembang yang dinilai buruk, belum dirapikan secara optimal. Bahkan anehnya, sejumlah pengembang dikabarkan telah “menghilangkan diri” tanpa bertanggung jawab terhadap masalah lingkungan yang dihadapi para penghuninya.
Selain itu, pemerintah setempat juga belum memiliki payung hukum untuk menindak tegas para pengembang yang membangun kawasan perumahan secara serabutan itu, seperti syarat ketersediaan tandon atau danau buatan, kawasan hijau hingga sistem drainase. Pasalnya, disamping penghijauan dan pembuatan danau, bahwa sistem drainase inilah salah satu penyebab kehadiran “tamu tak diundang” itu kembali datang.(rj) Foto: M Jakwan/ Tangerang Tribun

Kamis, 17 April 2008

Pantai Surga itu Belum Nyata


Beberapa daerah di Indonesia, potensi wisata dapat dikelola optimal dan mampu menghasilkan Pendapatan Asli daerah (PAD) cukup besar hingga miliaran juta rupiah. Sebut saja, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, sebesar Rp 225 miliar setahun atau mencapai hampir separoh PAD setempat. Di Kabupaten Bitan, Provinsi Kepulauan Riau sektor pariwisata menyumbangkan Rp 38 miliar dari total PAD sebesar Rp 108 miliar. Namun banyak juga, daerah-daerah yang memiliki ribuan titik potensi pariwisata, dus tak mampu menjadikan pariwisata sebagai primadona bagi PAD.
Belajar dari pengalaman “menyulap” sektor pariwisata dari daerah-daerah tetangga, nampaknya di Kabupaten Tangerang juga cukup “perawan” untuk bisa “dianakturunkan” atau dikembangkan. Bahkan mungkin juga sektor pariwisata ini, menjadi andalan dalam menopang sumber keuangan bagi laju pembangunan daerah. Apalagi di Kabupaten Tangerang ini, memiliki banyak sekali potensi wisata baik berupa pantai (wisata bahari hingga kepulauan), setu, alam, alam buatan hingga juga pariwisata perbelanjaan.
Dari jenis pariwisata pantai, Kabupaten Tangerang dibelah pesisir sepanjang 51 kg lengkap dengan beberapa pulau peranakannya. Dari setu, setidaknya dipenuhi 20 setu dan lain-lainnya.
Lalu “Si Otong” akan berkata, “Siapakah yang perlu mengelola sejumlah potensi pariwisata itu? lalu bagaimana mengoptimalkannya?, Kan beberapa potensi itu tak sepenuhnya “milik” daerah ini?” dan banyak lagi mungkin pertanyaan yang kerap muncul, sehingga pihak berwenang menjadi gamang dalam mendorong sektor pariwisata itu menjadi PAD andalan.
Orang bijak, mungkin akan berkata, “Untung kita memiliki potensi pariwisata yang cukup kaya, tinggal dikelola aja”, sergahnya.
Dikabarkan oleh pelancong dari Dubai; pada awal tahun 1990-an bahwa Dubai merupakan hamparan pasir yang mungkin menurut orang awan tak memiliki kesuburuan, boro-boro akan menjadi tempat favorit bagi para tourits, tanda-tanda kehidupan saja tak nampak. Tapi saat ini, di Dubai telah berdiri hotel mewah, pulau-pulau buatan yang sejuk nan indah dan berbentuk pohon palem hingga di Dubai ini juga akan berdiri gedung tertinggi di dunia. Ternyata perubahan alam gersang menjadi alam mempesona yang mengundang jutaan tourist untuk datang ini berkat kepiawaian tokoh pariwisata bernama Sheikh Maktoum bin Rashid Al Maktoum. Ia cukup consern terhadap perkembangan pariwisata, sekaligus berpikir meraup dinar untuk membiayai pemerintahan Kota Dubai.
Perlukah kemudian Tangerang juga bertanya kepada Sheikh Maktoum bin Rashid Al Maktoum, atu Made Suryawan dari Bali, Des Alwi dari Banda, Ankudinov dari Rusia, Dedina dari Perancis hingga tokoh-tokoh pariwisata lainnya untuk membahas melimpahnya potensi pariwisata di Kabupaten Tangerang tetapi yang kurang tergarap optimal ini.(*)

Rabu, 16 April 2008

Tjimande di Kali Cisadane

Oleh: Khomsurizal
(Radius Nol / Tangerang Tribun)

Bagi generasi saat ini, Surya yang dikenal sebagai “Pendekar Cisadane” kurang populer di kalangan warga, apalagi anak sekolahan. Namun nilai-nilai perjuangannya saat mengusir penjajahan di bumi Benteng Betawi ini patut dilestarikan, hingga suatu waktu Dinas Pendidikan pernah menggagas agar “Pendekar Cisadane” ini masuk dalam kurikulum sekolah.
Selain perjuangannya mengusir penjajah, Pendekar Cisadane ditengarai memiliki pesan moral, falsafah dan semangat melestarikan budaya asli Tangerang. Bila demikian, patut kiranya, rencana “menyekolahkan” Pendekar Cisadane ini segera diterapkan. Apalagi, budaya orisinil dan kesenian Tangerang sudah tergerus zaman serta mulai hilang dari peredaran kosmopolitan.
Di sisi lain, Sabtu (13/4) lalu, Kesenian Tari Tjimande Tari Kolot Kebon Djeruk Hilir (TTKKDH) oleh para pengurusnya akan didorong untuk masuk dalam kurikulum sekolah di Kabupaten Tangerang. Dikatakan Sonny Indrajaya, Ketua TTKKDH, tengah menyiapkan program untuk kembali memajukan kesenian tari Tjimande yang telah ada sejak tahun 1952 itu. Dirinya bertekad mengenalkan kesenian tari ini hingga bisa dikenal dunia melalui sekolah-sekolah di Kabupaten Tangerang.
Nah dari semangat pekerja seni dan budaya tersebut diatas, nampaknya masyarakat juga perlu melirik sejumlah kebudayaan asli atau kesenian yang berabad-abad lalu telah berkembang di Tangerang. Seperti diketahui, Tangerang merupakan titik pertemuan beragam etnis dan multi kultur baik Sunda, Betawi, Jawa, Tionghoa dan lainnya yang menumbuhkembangkan beragam pula seni dan budaya diantaranya ialah Tari Cokek, Tari Kucing Ngarang, Bola Sundul dan Tari Tjimande.
Bahkan pekan lalu, sejumlah pekerja seni dan seniman yang tergabung dalam Barisan Muda Seni Budaya Tunas Paramuda Kabupaten Tangerang juga menemui Wakil Bupati H Rano Karno untuk membicarakan perkembangan budaya dan seni di Tangerang. Nampaknya, bidang kesenian di Kabupaten Tangerang boleh dikatakan memasuki proses “pembangkitan”, seiring harapan terhadap kepemimpinan (Ismet dan Rano “Si Doel Anak Sekolahan”) yang dinilai cukup consern atas seni dan kebudayaan ini. Jika tak sekarang, kapan lagi!.(*)

Minggu, 13 April 2008

Pohon, Angin dan Tangisan Awam


Setidaknya dihitung pada dua pekan terakhir, tragedi mengenaskan menimpa beberapa warga yang tinggal di sekitar pohon tinggi. Loh kok?, terang saja, saat angin ribut melanda atau tiba-tiba hujan angin kencang datang menerjang, tiba-tiba juga senyuman anak kecil berubah jadi tangisan.
Pohon itu tumbang, menimpa rumah warga hingga korban nyawapun tak terelakkan. Seperti yang dilaporkan harian Tangerang Tribun, peristiwa naas terjadi di Rawabuntu pada Rabu (9/4) lalu, Yona (7) tertimpa pohon dan menemui ajalnya. Begitupun warga di jalan Pamulang, akhir pekan lalu, terpaksa menderita kerugian akibat rumahnya tertimpa pohon dan baliho saat diterjang angin ribut. Di Pasar Kemis, seorang pekerja terperangkap di semak belukar saat pohon di pnggir jalanan tiba-tiba tumbang. Di Serpong, pohon tumbang juga menimpa dua mobil eropa saat diparkir di depan pusat perbelanjaan. Dan, masih banyak lagi mungkin yang tak terlaporkan.
Dari rentetan kejadian mengenaskan ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa masih banyak pohon, baliho hingga tiang listrik yang perlu diwaspadai khususnya bagi keselamatan warga. Jangan sampai, pohon-pohon rindang di pinggir jalan yang awalnya diperuntukkan untuk menaungi pengguna jalan, justru membahayakan bagi keselamatan pengguna jalan itu. Oleh karenanya, intansi terkait seperti Dinas pertamanan dan Kebersihan atau pemerintah setempat mulai mendata sejumlah pohon yang rawan tumbang. Memelihara, memotong atau jenis perawatan lainnya mulai dilakukan. Apalagi, ancaman angin puting beliung hingga angin ribut masih cukup tinggi di sebagian daerah Kabupaten Tangerang ini.
Tentu, warga berharap kerindangan beberapa pohon di pinggir jalan dapat berbuah keindahan dan kenyamanan, bukan sebaliknya yakni berbuah bencana lantaran roboh menimpa harta miliki mereka.
Anehnya, pihak yang berwenang seperti “cuek bebek” tanpa mempedulikan keselamatan para warganya. Ayo pak, saatnya anda bergerak dan gak musti nunggu korban berjatuhan. Sedia payung sebelum hujan lebih baik, dibanding merapikan pohon tatkala sudah merenggut korban jiwa dan menimpa rumah warga tak berdosa.(*)

poto: santo/ tangerang tribun
caption: lokasi Yona (7), warga Rawabuntu, menghembuskan nafas terakhir setelah tertimpa pohon akibat angin kencang.

Minggu, 06 April 2008

Banten Green Go


Mas Kawin Kalung itu, (Berganti) 101 Pohon Nyamplung

Keindahan bumi Syeh Maulana Yusuf di ujung barat Pulau Jawa itu akan kian mempesona. Tak pelak, kesuburan hingga kesejukan juga kian membalut kecantikan Banten. Benarkah?, Mungkin 10 tahun nanti, pesona itu cukup nyata. Asalkan saat ini para penghuninya mulai merawat, menjaga serta sadar untuk menghijaukan lingkungan.


Lebih sekadar “pure” keelokan, masyarakat duniapun mungkin akan berterima kasih kepada penduduk Banten ini lantaran telah menghijaukan lingkungannya, sehingga sedikit-banyak mampu mengantisipasi dampak global warming nantinya serta “paru-paru dunia” juga tercipta di Banten.
Saat Penanaman Pohon Bersama Menteri Kehutanan (Menhut) dan Menteri Energi dan Sumberdaya Alam (ESDA) di Kampung Tirtayasa, Desa Sindang Sari, Kecamatan Pabuaran, Serang, Jum'at (4/4/2008) kemarin, Menteri Kehutanan Haji Malam Sambat Kaban menaruh harap kepada masyarakat untuk bersatu padu menciptakan bumi hijau di Banten ini. Yah, salah satunya dengan menanam pohon Nyamplung.
Penanaman pohon Nyamplung kudu dimulai, meski hanya di lakukan di sekitar lingkungan rumah tinggalnya. Namun lebih baiknya lagi, jika masyarakat juga mulai membangun kesadaran untuk menanam Pohon Nyamplung secara kaffah (menyeluruh). Dalam setiap acara, misalnya, menanam pohon Nyamplung ini menjadi pemanis silatruhami. Lebih hebatnya lagi, bila setiap perkawinan atau saat melamar, sang mempelai memberikan mas kawin berupa 101 pohon Nyamplung untuk ditanam.
"Kalau dengan mahar atau mas kawin seperangkat alat sholat mungkin biasa, yang tidak biasa adalah bagaimana jika 101 pohon dimaharkan sebagai bagian dari perjanjian pernikahan," kata MS Kaban.
Pohon Nyamplung, memang cukup terlupakan di tengah masyarakat saat ini. Padahal gunanya sangat bermanfaat disaat kebutuhan akan bio energi sangat tinggi dan upaya menjaga lingkungan. Pohon bernama Avilum Ilovilum ini bijinya bisa menghasilkan 70 persen kandungan minyak setiap 1 kilogram.
Bibitnya banyak tersedia di sekitar kawasan pesisir pantai di Seluruh Indonesia, termasuk di Banten.
Kontan Gubernur Banten Hj Ratu Atut Chosiyah, menimpali saran MS Kaban ini. "Mungkin saja ini (mas kawin pohon Nyamplung) bisa dilakukan, sebagai salah satu dari ibadah dan amal kita didunia," katanya.
Dengan mimik sedikit bertanya kejelasan hukumnya, Atut kembali meneruskan pendapatnya ini sambil bertanya kepada Kandepag Provinsi Banten apakah hal ini sah jika dilakukan oleh pasangan yang ingin menikah. "Bayangkan kalau setiap calon mempelai melakukan ini, dalam jangka kurang dari setahun pasti sudah bisa terselesaikan program penghjauan ini," ujarnya.(pane/rizal.tangerangtribun) poto: pane