Kamis, 24 Juli 2008

Lindungi Anak Banten Sekarang


Blog Khomsurizal

Beragam cara pemerintah, orang tua, guru, keluarga dan elemen masyarakat dalam memperingati Hari Anak Nasional (HAN) tahun 2008 ini. Mulai sekadar seremoni atau upacara peringatan HAN di pelbagai instansi pemerintahan, pemberian penghargaan kepada anak juara hingga pencanangan anak berkualitas. Tak jarang, lembaga peduli anakpun terhanyut menggelar kegiatan serupa seperti halnya ajang pemilihan Balita Sehat, kontes anak favorit sampai audisi putri cantik.
Tak salah memang, kegiatan semacam itu diselenggarakan dengan dalih memacu kualitas serta pemberdayaan anak.
Namun alangkah baiknya, pada momentum Hari Anak Nasional Tahun 2008, seluruh stakeholder kembali mengingat pentingnya Perlindungan Anak Indonesia. Bukankah saat ini, kasus-kasus kekerasan baik fisik dan mental yang menimpa kepada anak setiap tahun meningkat?. Lihat data UNICEF (United Nations Childern`s Fund), misalnya, pada awal tahun 2008 menyebutkan sekitar 60 persen anak balita Indonesia tidak memiliki akte kelahiran. Lebih dari 3 juta anak terlibat dalam pekerjaan berbahaya. Sekitar sepertiga pekerja seks komersil berumur kurang dari 18 tahun. Sementara 40.000-70.000 anak lainnya telah menjadi korban eksploitasi seksual. Ditambah lagi sekitar 100.000 wanita dan anak-anak diperdagangkan setiap tahunnya. Belum lagi 5.000 anak yang ditahan atau dipenjara dimana 84 persen di antaranya ditempatkan di penjara dewasa.
Padahal kondisi tersebut tidak perlu terjadi, sebagaimana tema HAN tahun ini yaitu “Saya Anak Indonesia Sejati, Mandiri dan Kreatif” dengan sub-tema “Anak Indonesia Sejahtera, Berkualitas dan Terlindungi” merupakan eksistensi yang harus terus terealisasi. Tidak sekadar kelahiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, namun langkah kongkrit perlindungan itu harus senantiasa dilakukan.
“Mulai dari terkecil di lingkungan kita!”, begitulah kira-kira tahapan penyadaran masyarakat. Prilaku bulying di sekolah, misalnya, harus dihilangkan segera lantaran menjadi salah satu contoh terkecil kekerasan terhadap mental anak.
Sudah saatnya, seluruh lapisan masyarakat menjadi bagian penting bagi upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak, termasuk pemenuhan layanan perlindungan dan kesejahteraan.
Dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak anak, setidaknya sing pinter, sing cageur, sing bener, sing bageur, sing singer. Karena apa yang diberikan kepada anak, itulah yang akan dilakukan dan menjadi pengalaman masa depan daerah dan bangsa ini.
Anak-anak Indonesia, termasuk di Banten, masih memerlukan perlindungan menyeluruh dan pemenuhan hak secara baik. Tidak hanya oleh pemerintah, Komnas Anak, KPAI, Unicef dan aparat hukum, tetapi sekolah dan keluarga turut menjadi bagian penting dalam perlindungan anak.

Tidak ada komentar: