Jumat, 28 November 2008

Minyak Jelanta (Pun) Jadi Biodisel


Balai Besar Desain dan Sistem Teknologi (BRDST), salah satu unit kerja di Badan Perkembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT) di bawah koordinasi Deputi Kepala Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Kabupaten Tangerang, mampu merubah fungsi minyak goreng bekas (jelanta) menjadi biodiesel sebagai altenatif bahan bakar minyak (BBM) jenis solar.
Selain menjadi bahan bakar jenis Solar, minyak jelanta pun dapat dibuat sabun cair dan kosmetik.
Proses pembuatan bahan bakar minyak alternatif biodiesel diawali dari tahap analisa, kemudian minyak bekas tersebut dimasukan dan ditampung dalam tangki ukuran besar kemudian dilakukan penyaringan dan dikumpulkan kembali dalam tabung steroid sebagai proses filterisasi. Selanjutnya, minyak tersebut diproses melalui tabung reaktor lalu dipindahkan ke tabung pencuci yang dicampur cairan methanol dan katalis basa dengan suhu 65 derajat Celsius agar semuanya dapat bereaksi. “Dari hasil tersebut didapatkan dua bahan, yaitu Biodisel dan Gliserol,” ungkap Kepala Laboratorium Biodisel BPPT, Imam Baryanto kepada Tangerang Tribun.
Setelah itu cairan minyak dimasukkan ke tabung pencucian untuk memisahkan antara Biodisel dan Gliserol. Biodisel adalah minyak sedangkan Gliserol adalah air, air tidak akan menyatu dengan minyak. Maka dari itu akan berada di layar atas sedangkan Gliserol ada didalam permukaan.
Biodisel yang kandungan minyak dengan kotoran dan dicuci menggunakan air panas sebanyak dua kali dan langsung diproses melalui tabung vakum lalu disaring kembali menjadi produk bahan bakar biodiesel siap pakai yang diuji berdasarkan baku mutu SNI. “Sedangkan untuk Gliserol dapat diolah menjadi sabun cair dan juga kosmetik,” ujarnya.
Baryanto menjelaskan, biodiesel yang siap digunakan kendaraan bermesin diesel tetap harus dicampur solar murni dengan perbandingan 30 persen biodiesel dan 70 persen solar murni untuk menghindari kerusakan pada karet klep mobil.Biodisel mempunyai angka Cetane lebih tinggi yaitu 61 dibandingkan solar antara 45 hingga 58.
Selain itu, Puspiptek juga terus mengembangkan produk biodiesel dari bahan kelapa sawit dan minyak kelapa curah serta membangun pabrik yang memproduksi biodiesel.
Pabrik yang sudah berproduksi biodiesel antara lain Serpong-Tangerang kapasitas 4,5 ton per hari, Riau (25 ton per hari), Palembang (6 ton per hari), Kalimantan Selatan (6 ton per hari), Kalimantan Timur (2 ton per hari), Jakarta (10 ton per hari).
Baryanto mengungkapkan, kendala yang dihadapi peneliti pada pembuatan biodisel yakni kesulitan menyediakan bahan baku dan lokasi antara tempat bahan baku dan proses pembuatan cukup jauh. Padahal idealnya pabrik pembuatan harus berdekatan dengan tempat pengambilan bahan baku.
Lebih lanjut Baryanto mengatakan, biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi biodiesel dari bahan minyak kelapa atau jelantah mencapai Rp 4.900 per liter terdiri dari harga bahan baku sebesar Rp3.000 per liter dan biaya produksi mencapai Rp1.900 per liter.(Tangerang Tribun)

Tidak ada komentar: