Budayawan Romo Frans Magnis Suseno mengatakan diperlukan semangat baru untuk mengaktualisasikan kebenaran dalam ajaran agama karena agama, kemanusiaan dan ilmu sebenarnya tidak saling bertentangan.
Dalam diskusi buku "Manusia, Al-Quran, Jalan Ketiga Religiusitas di Indonesia" karya Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dan anggota Komnas HAM, Prof Dr Abdul Munir Mulkan di Yogyakarta, Kamis (1/11/1007), ia mengatakan dalam buku tersebut ditemukan beberapa hal yang menarik, terutama dalam kehidupan bersama seperti istilah kekafiran.
Dalam buku tersebut oleh penulisnya, kafir diartikan tidak sebatas orang yang tidak mengenal Tuhan atau tidak beragama, namun lebih dalam arti para pelaku kejahatan seperti korupsi dan juga kasus politik lain. "Kekafiran dalam buku itu diartikan sebagai pengkhianatan terhadap kejujuran dan suara hati nurani, seperti melakukan korupsi serta sebagai preman politik. Secara formal mereka beragama namun kafir dalam keyakinan," katanya.
Ia mengatakan penulis buku itu juga seolah-olah ingin menyatakan bahwa ada orang yang merasa lebih hebat dari Tuhan dan menghakimi orang lain yang berbeda ajaran dan keyakinan.
Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyakarya, Jakarta, menyatakan salut kepada penulis karena menggunakan efek tsunami yang ternyata mampu mencairkan batas keras ideologi dan mereka berani bersatu dalam nilai kemanusiaan untuk membantu orang lain.Selain itu, dalam buku itu penulis menyebutkan semangat Idulfitri seharusnya berhasil mengalahkan hasrat "Rahwana".
"Masihkah ada hati nurani, etika dan kepedulian kepada sesama yang menderita jika pemberian fitrah masih melihat latar belakang agama, kelompok dan juga suku."Buku jalan ketiga religiusitas di Indonesia sebenarnya lebih menitikberatkan pada rasa percaya secara sungguh-sungguh terhadap agama dengan mengaktualisasi visi kemanusiaan secara jujur dan benar, kata Frans Magnis Suseno.
Sementara itu, Penulis buku tersebut, Abdul Munir Mulkan mengatakan penulisan buku tersebut merupakan refleksi dirinya atas kehidupan beragama saat ini yang banyak bias. Sebenarnya manusia bisa disebut beragama jika ia benar-benar melaksanakanan ajaran agamanya secara jujur, benar dan tidak memilah- milah, sehingga bermanfaat dan bernilai bagi sesama.(antara)
Kamis, 01 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar